Saberpungli.id – Belakangan ini, klitih menjadi sorotan dari berbagai media lokal hingga nasional. Fenomena sosial ini terjadi di Yogyakarta dan menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat.
Bahkan, banyak dari kalangan netizen yang mengetikan istilah “klitih aksi kejahatan yang mencoreng jogja” untuk mencari tahu informasi terkait kejahatan klitih di Jogja ini.
Klitih Aksi Kejahatan yang Mencoreng Jogja
Sebenarnya sejak lama, klitih telah menjadi masalah yang meresahkan masyarakat. Pemerintah setempat telah berusaha untuk menertibkan dan menangkap pelaku, namun setiap tahunnya, aksi klitih masih muncul dan terus meneror kehidupan masyarakat.
Dalam artikel bertajuk klitih aksi kejahatan yang mencoreng Jogja ini, kita akan membahas lebih lanjut mengenai apa itu klitih, bagaimana awal mula fenomena klitih ini terjadi, dan sejumlah aksi kejahatan klitih yang pernah terjadi di Jogja.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan klitih?
Sebelum membahas klitih aksi kejahatan yang mencoreng Jogja, kita akan membahas terlebih dahulu: apa yang dimaksud dengan klitih ini.
Klitih adalah aksi kejahatan yang terjadi di jalanan Yogyakarta dan sekitarnya, yang pelakunya pada umumnya adalah pelajar. Sementara itu, target dari aksi klitih umumnya adalah siswa SMA, SMK, atau anggota geng yang saling bersaing.
Dalam melakukan aksinya, pelaku klitih melakukan perundungan fisik terhadap korban dan bahkan sampai menyerang dengan senjata tajam. Kadang-kadang pelaku juga mengambil barang korban, sehingga kejahatan klitih termasuk dalam kategori perampokan. Ada juga korban klitih yang meninggal dunia akibat serangan fisik yang parah.
5 Peristiwa Aksi Kejahatan Klitih di Jogja
Aksi kejahatan klitih tidak bisa dianggap remeh. Jika terus terjadi, hal ini bisa mencoreng Jogja sebagai kota pelajar dan berbudaya. Di dalam tulisan bertajuk klitih aksi kejahatan yang mencoreng Jogja ini saya akan melampirkan beberapa peristiwa kejahatan klitih yang pernah terjadi di Yogyakarta; dan tentu saja memicu keprihatinan di kalangan masyarakat.
- Peristiwa pertama terjadi di depan sebuah minimarket di kawasan Jalan Gejayan. Seorang pemuda yang sedang melintas di depan minimarket tersebut mendadak dihentikan oleh sekelompok pemuda yang mengenakan kaos hitam dan topi bulu. Mereka memaksa pemuda tersebut untuk bergabung dengan mereka dan ikut beraksi klitih. Korban berhasil meloloskan diri setelah mengaku tidak mampu bergabung dengan kelompok tersebut.
- Peristiwa kedua terjadi di kawasan Jalan Prawirotaman. Seorang pengunjung yang sedang asyik berjalan-jalan di kawasan tersebut mendadak dihadang oleh sekelompok pemuda yang mengenakan baju hitam dan masker. Mereka menyerang pengunjung tersebut dan berhasil merampas handphone dan dompet yang berisi uang tunai. Peristiwa ini meningkatkan kekhawatiran masyarakat terhadap maraknya aksi kejahatan klitih di Yogyakarta.
- Peristiwa ketiga terjadi di kawasan Candi Prambanan. Seorang turis asing yang sedang mengunjungi candi tersebut menjadi korban aksi klitih. Kelompok pemuda yang mengenakan kaos hitam dan bermasker menyerang turis tersebut dan merampas semua barang berharga miliknya. Aksi ini sangat merugikan bagi pariwisata Yogyakarta dan memperburuk citra kota tersebut.
- Peristiwa keempat terjadi di kawasan Kaliurang. Seorang mahasiswa yang sedang pulang kuliah menjadi korban aksi klitih oleh sekelompok pemuda yang mengenakan baju hitam dan topi bulu. Mereka menyerang mahasiswa tersebut dengan senjata tajam dan merampas barang-barang berharga miliknya. Korban mengalami luka serius dan harus dirawat di rumah sakit.
- Peristiwa kelima terjadi di kawasan Depok. Seorang siswi SMA menjadi korban aksi klitih oleh sekelompok pemuda yang mengenakan kaos hitam dan topi bulu. Mereka menyerang siswi tersebut dan merampas handphone dan tasnya. Aksi ini sangat mengkhawatirkan karena melibatkan pelaku yang masih berstatus sebagai pelajar.
Peristiwa-peristiwa kejahatan klitih di Yogyakarta semakin meresahkan masyarakat. Aksi tersebut bukan hanya merugikan korban secara materi, namun juga dapat mengancam keselamatan mereka. Apalagi, pelaku kejahatan klitih seringkali masih berstatus sebagai pelajar atau remaja, yang berarti mereka memiliki masa depan yang masih panjang.
Fenomena Klitih – Sejarah Bermula Istilah Klitih
Kata “klitih” sebenarnya berasal dari bahasa Jawa, yang dulunya hanya digunakan untuk menyebut anak-anak yang berkeliling lingkungan untuk mengisi waktu luang tanpa tujuan tertentu. Namun, seiring waktu, klitih mengalami pergeseran makna menjadi identik dengan tindakan kekerasan bersenjata tajam.
Hingga saat ini, kepolisian, akademisi, dan psikolog di Yogyakarta menyatakan bahwa tindakan klitih sebenarnya merupakan fenomena yang dilakukan oleh anak muda yang mencari identitas diri dan pengakuan dari lingkungan sosial mereka, tetapi dengan cara yang merugikan orang lain dan menyebabkan teror.
Beberapa juga berpendapat bahwa keberadaan klitih mungkin dipengaruhi oleh faktor politik. Kebudayaan kekerasan ini telah ada sejak tahun 1980-an dan populer di tahun 1990an. Pada waktu itu, terdapat dua geng besar yang dikenal bernama QZRUH dan JOXZIN.
Kedua geng ini bersaing dan mempertahankan wilayah kekuasaan masing-masing. QZRUH mengendalikan wilayah Kota Yogyakarta dari Terbang hingga sekitar Jalan Magelang, sedangkan JOXZIN menguasai wilayah sekitar Jalan Malioboro hingga bagian selatan Yogyakarta.
Kedua kelompok ini dikatakan memiliki kaitan dengan dua aliran politik, yaitu nasionalis dan agamis. Qzruh didukung oleh kelompok politik yang cenderung nasionalis, sedangkan JOXZIN didukung oleh kelompok politik yang cenderung berbasis agama.
Kedua geng ini memiliki hubungan dengan beberapa geng sekolah di wilayah kekuasaan mereka. Oleh karena itu, polisi sering menangkap pelaku klitih yang masih remaja atau pelajar.
Perlu Tindakan Preventif
Klitih merupakan istilah yang kini sudah sangat populer di Yogyakarta dan selalu berdampak negatif bagi masyarakat. Fenomena klitih akan terus terjadi jika tidak ada tindakan untuk mengatasi masalah ini. Hal ini mengacu pada teori Identity vs Confusion yang mengatakan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh anak dan remaja sangat mempengaruhi proses pencarian identitas mereka.
Oleh karena itu, diperlukan tindakan preventif untuk membantu para pelaku klitih mengembangkan potensi mereka melalui kegiatan ekstrakurikuler sehingga mereka dapat memiliki identitas positif.
Selain itu, keluarga, orang tua, dan teman sebaya memiliki peran yang sangat penting dalam membantu pertumbuhan anak dan remaja. Mereka dapat menjadi panduan moral bagi remaja pelaku klitih dalam bermasyarakat sehingga perilaku yang tidak diinginkan dapat diminimalkan. Namun, meskipun pemerintah dan pihak terkait telah melakukan berbagai upaya, fenomena klitih masih terus terjadi.
Sebagai langkah preventif, beberapa tindakan yang dapat dilakukan adalah mengembangkan program ekstrakurikuler di sekolah, melakukan razia senjata secara berkala di sekolah, memberikan sosialisasi tentang bahaya klitih, serta mengajarkan nilai dan norma yang benar di dalam keluarga maupun sekolah.
Penutup
Pendidikan karakter sejak dini dari lingkungan sosial terdasar, seperti keluarga dan sekolah, adalah salah satu langkah preventif yang dapat dilakukan untuk membantu anak menghindari pergaulan buruk dan perilaku yang menyimpang seperti pada fenomena klitih.
Anak perlu diajarkan budaya, norma, serta nilai-nilai yang baik dan benar agar mereka dapat memilih perilaku yang tepat dan bijaksana. Jika tindakan preventif dilakukan secara bersama-sama, fenomena klitih dapat diatasi dan tidak mencoreng citra kota Yogyakarta di mata masyarakat Indonesia.